KLIKTARGET.ID – Sebanyak enam tersangka kasus investasi bodong ditangkap jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung. Tak tanggung-tanggung, korban investasi bodong itu mencapai 620 orang dengan kerugian hingga Rp66 miliar.
Para tersangka adalah DW sebagai pendiri PT Nestro Saka Wardhana (NSW), HS selaku Direktur Utama, DK selaku Direktur Keuangan, RS selaku Direktur Teknis, AS selaku Direktur Operasional dan IS selaku pengurus di luar struktur PT NSW tersebut.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Lampung Kombes Arie Rachman Nafarin, dari ratusan korban itu terdapat 920 kontrak.
“Karena korban ada yang satu orang bisa memiliki lebih dari satu kontrak,” ungkap Arie dalam keterangan resminya yang dikutip pada Senin (15/8/2022).
Kasus itu, lanjut Arie, terungkap bukan melalui laporan namun diketahui melalui patroli siber.
Arie juga menyampaikan, pihaknya masih melakukan penyelidikan yang lebih mendalam terkait kasus tersebut dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya.
Para tersangka, lanjut Arie, sudah melakukan aksinya sejak Februari 2020 silam hingga Maret 2022, dengan modus berkedok sebagai trading forex dan akan memberikan keuntungan sebesar 15 persen setiap bulan dari dana yang didepositkan.
“Sebenarnya uang tersebut hanya diputar dari member ke member,” ujarnya.
Oleh karena itu, Arie pun menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dengan investasi yang menjanjikan keuntungan yang besar.
Polisi juga menyita barang bukti dua unit Jeep Willys dan para tersangka dijerat Pasal 105 Jo. pasal 9, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 Miliar.
Kemudian pasal 106 Jo. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 Miliar.
Dan atau Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 9 ayat (1) huruf k Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999.
“Tentang perlindungan konsumen dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 Miliar,” pungkasnya. (*)