KLIKTARGET.ID – Setelah istananya diserbu rakyatnya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa akhirnya resmi lengser setelah parlemen menerima surat pengunduran dirinya, dari informasi yang dikumpulkan pada Jumat (15/7/2022).
Sebelumnya Rajapaksa kabur ke Singapura untuk menghindari pemberontakan rakyat yang dipicu krisis ekonomi terburuk dalam tujuh dekade di negara itu.
Setelah Rajapaksa lengser, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe akan menjadi presiden sementara Sri Lanka, sampai parlemen memilih presiden baru. Namun rakyat yang berunjuk rasa juga menuntut Ranil mundur dari pemerintahan.
“Kami akan menunjuk presiden baru secara konstitusional,” ungkap anggota parlemen Mahinda Yapa Abeywardena dalam keterangan resminya kepada media.
Sebelumnya, sampai April 2022 dinasti Rajapaksa masih mendominasi politik Sri Lanka sebelum protes jalanan terhadap kelangkaan bahan bakar dan makanan mulai lepas kendali.
Rajapaksa memutuskan meninggalkan Sri Lanka tanpa meninggalkan seorang pun dari anggota keluarga itu dalam posisi berkuasa. Rajapaksa sebelumnya juga bersumpah untuk tetap bertahan sampai akhir masa jabatan lima tahunnya pada 2024, meskipun selama masa jabatannya memicu kemarahan rakyat.
Lalu ribuan warga Sri Lanka menyerbu kediaman resminya pada Sabtu lalu, memaksanya bersembunyi dan setuju untuk mundur.
Rakyat juga menduduki kediaman resmi perdana menteri yang megah dan pernah ditempati oleh kakak laki-laki Rajapaksa, Mahinda. Hal itu karena rakyat pengunjuk rasa menyebut Rajapaksa telah merampok segalanya dari rakyat.
Mahinda mengundurkan diri pada Mei, diikuti putranya Yoshith sebagai kepala staf. Lalu putranya yang lain, Namal, kakak laki-laki Chamal dan adik laki-laki Basil dan Shasheendra, sudah lebih dulu mengundurkan diri sebagai menteri pada April.
Mantan menteri keuangan Basil, yang juga memegang kewarganegaraan AS, sempat dicegat di bandara ketika akan melarikan diri dari negara itu pada Selasa oleh pejabat imigrasi karena khawatir dengan tanggapan warga jika dia diizinkan pergi.
Krisis Terburuk Dalam Sejarah Sri Lanka
Demonstrasi di negara berpenduduk 22 juta itu akibat kondisi hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, gagal membayar miliaran dolar pinjaman luar negeri, hingga inflasi mencapai 54,6 persen bulan lalu. Sementara sekolah dan kantor terpaksa tutup untuk menghemat bensin dan solar.
Ini adalah krisis politik dan ekonomi yang paling buruk yang melanda negara itu sejak kemerdekaan pada tahun 1948, termasuk selama perang saudara yang brutal di mana Gotabaya Rajapaksa, waktu itu sebagai menteri pertahanan, mengomandoi penumpasan pemberontak Macan Tamil pada 2009.
Sebagian besar kesalahan atas krisis tersebut ditimpakan pada pandemi covid-19 yang menekan industri pariwisata dan mengeringkan arus pengiriman uang dari warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri.
Kebijakan pemotongan pajak yang diterapkan Rajapaksa justru meninggalkan lubang dalam bagi pendapatan negara dan larangan pupuk kimia merusak tanaman. Kebijakan itu akhirnya dicabut.
Pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional untuk paket penyelamatan diperkirakan baru akan membuahkan hasil akhir tahun ini atau paling cepat tahun berikutnya, sehingga mendorong Sri Lanka untuk mencari lebih banyak bantuan dari tetangga India dan China.
Parlemen Sri Lanka akan memilih presiden baru pada 20 Juli 2022. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe juga telah menawarkan untuk mengundurkan diri, dan jika itu terjadi, ketua parlemen akan menjadi penjabat presiden selama beberapa hari sesuai dengan konstitusi sebelum pemilihan selesai. (*)